Tugas Individu
PENJAJAHAN BARAT ATAS DUNIA ISLAM DAN
PERJUANGAN KEMERDEKAAN NEGARA-NEGARA
ISLAM
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah
Sejarah Peradaban Islam
Oleh:
Nurul Fadhilah Faisal
Semester
III
JURUSAN ILMU HADIS KHUSUS
FAKULTAS USHULUDDIN DAN
FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
(UIN) ALAUDDIN MAKASSAR
TAHUN
2012/2013 M
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Umat Islam mengalami puncak kejayaan kedua pada masa tiga kerajaan Besar
berkuasa, yakni kerajaan Usmani, Safawi dan Mughal. Namun, seperti pada masa
kekuasaan Islam terdahulu, lambat laun kekuatan Islam menurun. Bersamaan dengan
kemunduran tiga kerajaan tersebut, bangsa Barat mulai menunjukkan usaha
kebangkitannya.
Periode tiga
kerajaan tersebut (1503-1789) bahkan disebutkan sebagai periode-periode kejayaan peradaban Islam,
setelah sebelumnya mengalami kemunduran pasca jatuhnya dinasti Abbasiyah.[1]
Namun,
kemajuan pada masa itu lebih kepada aspek material, dan lemah pada bidang
pemikiran, sains, seni dan filsafat. Hal ini dapat dilihat dari perekonomian,
kekuatan militer dan wilayah teritorial negara yang kuat pada masa itu, namun
kemajuan tersebut tidak mendorong terjadinya kemajuan pada bidang pendidikan,
kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Ketidakseimbangan inilah yang akhirnya
menyebabkan ketidak mampunya menandingi kekuatan Eropa modern yang didukung oleh
sains dan teknologi.[2]
Kebangkitan bangsa Barat bermuara pada semangat keilmuan yang begitu
tinggi, yang telah membawa bangsa Barat menuju penemuan-penemuan baru dan
penjelajahan samudra, serta revolusi industri hingga berujung pada imperialisme
terhadap wilayah-wilayah Islam pada khususnya.[3]
Dengan organisasi dan persenjataan
modern, pasukan perang Eropa mampu melancarkan pukulan telak terhadap
daerah-daerah kekuasaan Islam. Kekuatan-kekuatan Eropa menjajah satu demi satu
negara Islam. Perancis menduduki Aljazair pada tahun 1830, dan merebut Aden dari
Inggris sembilan tahun kemudian. Tunisia ditaklukkan
pada tahun 1881, Mesir pada tahun 1882, Sudan pada 1889. Sementara itu, wilayah Islam di Asia
Tengah juga tak luput dari penjajahan Barat. Umat Islam di Asia Tengah menjadi
sasaran pendudukan Uni Soviet.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, pemakalah dapat
merumusan masalah yang kemudian akan dikembangkan lagi dalam bab pembahasan, di
antaranya ialah :
1.
Bagaimana gambaran Masa Renaissance di Eropa?
2.
Bagaimana bentuk imperealisme Barat terhadap dunia Islam?
3.
Bagaimana usaha umat Islam untuk mengatasi kondisi
keterpurukan?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Masa Renaissance di Eropa
Eropa
menghadapi tantangan yang sangat berat. Terutama kerajaan Usmani yang melakukan
berbagai penelitian tentang rahasia alam, berusaha menaklukkan lautan, dan
menjelajahi benua yang sebelumnya masih diliputi oleh kegelapan. Sejarah
menceritakan bahwa setelah Christoper Colombus[4] menemukan benua Amerika
(1492 M), dan akses
baru ke belahan timur melalui Tanjung Harapan oleh Vasco da Gama (1498) otomatis
benua Amerika dan kepulauan Hindia segera jatuh ke bawah kekuasaan eropa. Penemuan ini amat berpengaruh besar
terhadap kemajuan Eropa, karena dengan penemuan tersebut mereka tidak
tergantung lagi pada jalur lama yang notabene dikuasai oleh umat Islam.[5]
L.
Stoddard dalam The New World of Islam, menggambarkan bahwa dengan sekejap mata dinding laut itu berubah
menjadi jalan raya dan Eropa yang semula terpojok segera menjadi yang di`pertuankan
di laut dan dengan demikian, yang dipertuan di dunia. Perekonomian bangasa-bangsa Eropa pun semakin maju karena daerah-daerah
baru terbuka baginya.
Tak lama setelah
itu, mulailah kemajuan Barat melampaui kemajuan Islam yang semakin lama mengalami kemunduran. Kemajuan Barat itu
dipercepat oleh penemuan dan perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan terbukti dengan munculnya universitas-universitas
kenamaan diantaranya seperti Oxford dan Cambridge di
Inggris yang termasuk universitas paling awal
berdirinya. Universitas-universitas inilah yang kemudian menjadi pusat kajian
yang menghidupkan kembali kajian hukum Romawi, yang diwariskan oleh
pemikir-pemikir Yunani seperti Plato dan Aristoteles.
Setelah pada
abad ke -14 dan 15, bangsa Eropa mulai mencoba melakukan gebrakan dan
eksperimen-eksperimen baru. Mereka tidak lagi puas dengan kurikulum lama yang
digunakan di universitas, mereka tidak lagi berdiam diri melihat pasukan Islam
menguasai daerah-daerah penting di wilayah laut Tengah. Mereka ingin melakukan
gebrakan perubahan menuju era baru yang dikenal dengan Masa Renaissance.
Masa Renaissence atau kelahiran kembali adalah suatu istilah yang
digunakan untuk menyebutkan kebangunan intelektual yang mempengaruhi seluruh
fase kehidupan dan sejarah Eropa selama abad-abad pertengahan.[6]
Kemajuan bangsa Barat semakin dipercepat oleh kamajuan di
bidang sains dan teknologi, yang sebelumnya memang telah ada cikal bakalnya.
Beberapa kemajuan teknologi yang dicapai antara lain penemuan
mesin uap yang kemudian melahirkan revolusi industri di Eropa semakin
memantapkan kemajuan mereka. Teknologi perkepalan dan militer berkembang dengan
pesat. Selain itu kemajuan di bidang abad lamanya. Demikian pula pusat
kekuasaan Romawi Timur yaitu Konstantinopel, yang juga merupakan pusat agama
Kristen dapat dikuasai oleh Islam, pada masa Sultan Muhammad II (1453) dari
dinasti Turki Usmani.
Bahkan kota Konstantinopel hingga saat ini masih dikuasai
oleh Islam dan telah berubah nama menjadi Istambul, yang sempat dijadikan ibu
kota Turki Usmani sebelum akhirnya dipindah ke Ankara. Terlepas dari hal tersebut, motivasi Barat menjajah Dunia
Islam adalah motivasi ekonomi, politik, hingga agama. [7]
Dalam Motivasi ekonomi dapat
terlihat dari ekspansi Barat ke Asia Tenggara, negeri tempat Islam baru mulai berkembang,
merupakan wilayah yang
subur dan memiliki potensi sumber daya alam seperti rempah-rempah dan
menjanjikan dalam penanaman modal. Di samping rempah-rempah mereka juga membutuhkan negeri-negeri
tempat mereka dapat memasarkan hasil industrinya. Mereka melakukan monopoli perdagangan dengan merebut
bandar-bandar pelabuhan besar yang sebelumnya menjadi daerah perdagangan umat
Islam dari Arab, Persia, India, dan Cina. Mereka menguras kekayaan pribumi
dengan cara paksa, disertai kekerasan senjata demi merebut bandar perdagangan
tersebut.
Selain itu, India ketika berada pada masa
pemerintahan Mughal adalah negeri yang kaya dengan hasil pertanian. Hal itu mengundang
Eropa, yang sedang mengalami kemajuan berdagang kesana. Awal abad ke-17,
Inggris dan Belanda mulai menginjakkan kaki di India. Tahun 1611 M, Inggris mendapat izin menanamkan
modal, dan tahun 1617 M Belanda mendapat izin yang sama.
Mulai saat itu, Inggris semakin
leluasa untuk melebarkan sayapnya di Anak Benua India dan sekitarnya. Pada
tahun 1842 M, Keamiran Muslim Sind di India mulai dikuasainya. Pada tahun 1857
M, kerajaan Mughal bahkan dikuasai penuh dan setahun kemudian rajanya yang
terakhir dipaksa meninggalkan istana. Sejak itu India dikuasai penuh oleh
Inggris. Akhirnya, pada tahun
1899 M kesultanan Muslim Baluchistan jatuh di bawah kekuasaan India-Inggris.[8]
Asia Tenggara, negeri tempat Islam baru
mulai berkembang, merupakan daerah rempah-rempah terkenal pada masa itu dan
menjadi ajang perebutan negara-negara Eropa. Kekuatan Eropa malah lebih awal
menancapkan kekuasaannya di negeri ini. Hal ini dimungkinkan karena
dibandingkan dengan Mughal, kerajaan-kerajaan Islam di Asia Tenggara lebih
lemah sehingga dengan mudah dapat ditaklukkan.[9]
Seperti kedatangan Portugis,
Belanda, Inggris, dan Spanyol dari abad ke 15 sampai 19 M di kawasan
perdagangan internasional Malaka, Gujarat, dan lainnya. Kekuasaan politik negara-negara Eropa
berlanjut terus sampai pertengahan abad ke-20. Motivasi politik yang mereka galakkan ialah melakukan
politik pecah belah, yaitu penjajah dengan sengaja menciptakan jurang pemisah
antara kaum bangsawan dan rakyat kecil. Kaum bangsawan dibujuk untuk menuruti kehendak penjajah
dengan jaminan jabatan dan keuntungan tertentu, sedang rakyat kecil diawasi
agar tidak memberontak. Hal tersebut bertujuan untuk menghancurkan persatuan
dan kesatuan rakyat agar tidak ada kekuatan yang nantinya dikhawatirkan akan
mengancam keberadaan kaum penjajah.
Setelah bangsa Barat menguasai ekonomi dan politik
negara-negara Islam, terdapat pula negara Barat yang menjajah dunia Islam
dengan melakukan penyebaran agama Kristen melalui missionaris atau zending. Di antara bangsa Barat yang memiliki
ketiga motivasi ini adalah Spanyol dan Portugis. Hal ini tercermin pada
semboyan mereka dalam menjajah, yaitu Gold (semangat untuk mencari
keuntungan), Glory (Semangat untuk mencapai kejayaan dalam bidang
kekuasaan, dan Gospel (semangat untuk menyebarkan agama Kristen di
masyarakat yang terjajah.[10]
Imperealisme Barat telah memberikan dampak yang begitu
besar terhadap Peradaban umat Islam. Peradaban Islam berusaha diganti dengan
peradaban Barat. Penyebaran budaya yang merusak semakin nampak, misalnya budaya
minuman keras, berjudi, pergaulan bebas, dan sebagainya melanda kau terjajah.
Dengan cara inilah penjajah merusak peradaban dan generasi Islam.[11]
Imperealisme Barat telah berdampak kepada hampir seluruh
negara-negara Muslim. Negara-negara Islam yang pertama kali dikuasai oleh Barat
adalah negara-negara Islam di Asia Tenggara dan di Anak Benua India. Sedangkan
negara-negara Islam di Timur Tengah, yang masih berada di bawah kekuasaan kerajaan Usmani, baru berhasil ditaklukkan
pada masa berikutnya.[12]
Ekspansi Barat ke Timur Tengah di mulai ketika Kerajaan
Usmani mengalami kemunduran sementara Barat mengalami kemajuan di segala
bidang, seperti perdagangan, ekonomi, industri perang dan teknologi militer.
Meskipun demikian, nama besar Turki Usmani masih disegani oleh Eropa Barat
sehingga mereka tidak melakukan penyerangan ke wilayah-wilayah kekuasaan
kerajaan Islam. Namun, kekalahan besar Kerajaan Usmani dalam menghadapi
serangan Eropa di Wina tahun 1683 M menyadarkan Barat bahwa Kerajaan Usmani
telah melakukan perubahan-perubahan.
Mereka belajar dari kekalahan di Wina tersebut. Di antara
pembaharuan yang dilakukan ialah :
a.
Pengiriman duta-duta ke Eropa, untuk melihat dan meneliti
dari dekat kemajuan Eropa.
b.
Selanjutnya, berdirilah sekolah teknik militer pada tahun
1734, dengan mendatangkan para ahli militer Eropa sebagai pengajarnya.
c.
Adapun pembaharuan lainnya adalah penerjemahan buku-buku
Eropa ke dalam bahasa Turki, serta pembukaan percetakan, semua dilakukan untuk
kepentingan kemajuan ilmu pengetahuan.
Usaha-usaha ini baru membuahkan hasil setelah penghalang
pembaharuan utama, yaitu tentara Yenissari (merupakan pihak yang menolak adanya
pembaharuan ini) dibubarkan oleh Sultan Mahmud II pada tahun 1826. Namun, gerakan pembaharuan ini
ternyata tidak mampu menghentikan gerakan Barat yang begitu cepat. Selama abad
ke-18 M, Barat menyerang wilayah kekuasaan Turki Usmani yang berujung pada
penandatanganan Perjanjian san Stefano (Maret, 1878 M), dan Perjanjian
Berlin ( Juni-Juli, 1878 M) antara kerajaan Usmani dan Rusia, dengan
demikian berakhirlah kekuasaan Turki Usmani di Eropa.
Setelah terjadi Perang Dunia I pada tahun 1915, Turki
Usmani berada di pihak yang kalah, dan menjadi serbuan Sekutu hingga tahun 1919
M. Akhirnya, kekuasaan Turki Usmani benar-benar tenggelam, bahkan
kekhalifaannya dihapuskan (1924 M). Semua
daerah kekuasaannya, baik di Asia maupun Afrika, diambil alih oleh pihak Eropa
yang menang perang. Penetrasi Barat ke dunia Islam di Timur Tengah pertama-tama
dilakukan oleh Inggris dan Perancis yang memang sedang bersaing.[13]
Di wilayah Afrika, beberapa negara Islam yang menjadi
sasaran penjajahan di anataranya adalah Mesir dijajah oleh Inggris (1882 M),
Sudan dijajah oleh Inggris (1899 M), Libya dijajah oleh Italia (1911 M),
Tunisia dijajah oleh Prancis (1881 M), Aljazair dijajah oleh Perancis (1830 M),
Maroko dijajah oleh Perancis (1911 M), selain itu Afrika Tengah dan Afrika
Timur pun tak luput dari sasaran penjajahan.[14] Tak hanya itu, wilayah jazirah Arab
juga menjadi sasaran penjajahan. Suriah dan Lebanon juga pernah dikuasai oleh
Perancis (1918 M), Palestina dan Yordania juga pernah dikuasai oleh Inggris.[15]
Sementara itu, Rusia menggerogoti wilayah Islam di Asia
Tengah, seperti Kaukasia (1834-1859), Samarkand dan Bukhara (1866-1872), dan
Uzbekistan (1873-1887). Hal tersebut merupakan imbas dari perjanjian San
Stefano dan perjanjian Berlin antara Rusia dan Turki Usmani.[16]
Dengan kata lain di akhir abad XIX dan XX, dunia Islam hampir seluruhnya berada
dalam koloni Barat. Dunia Islam yang membentang dari Maroko hingga Indonesia
merupakan negeri-negeri kolonial yang dijadikan “sapi perahan” untuk kemakmuran
bangsa Barat[17].
Demikianlah,
bahwa konflik serta intrik internal ditambah intervensi eksternal (Barat)
inilah di antara faktor-faktor yang telah menghancurkan budaya dan peradaban
Islam, ‘hingga tubuhnya terbujur kaku nan rapuh’, yang berikut menjadi jalan
kolonialisme besar-besaran Barat ke dunia Islam.
Jika
ditilik secara mendalam, kolonialisme Barat terhadap Islam setidaknya bersumber
dari model citra dan persepsi Barat yang menganggap Islam sebagai musuh dan
rival Kristen. Kolonialisme yang menyertai semangat Evangelisme (penginjilan)
pada abad XIX tersebut mewarnai dunia dan masyarakat Islam kala itu. Ide dan
semangat Evangelisme, yang menganggap bahwa keselamatan (salvation)
terletak hanya pada pengakuan dosa dan penerimaan gospel Kristen,
menciptakan konfrontasi antara Kristendom dan Muslim dalam skala besar. Hal
tersebut membangkitkan kembali sikap permusuhan Eropa terhadap Islam.[18]
Demikianlah
Islam dengan krisis identitasnya, ditambah rongrongan bangsa berjiwa imperialis
yang merusak tatanan sistem politik, psikologi, sosial-budaya hingga moralitas
bangsa terjajah. Jelas, hal ini menghantam telak peradaban Islam, sehingga
dinamika menjadi mati, kemudian ‘berhenti di titik jajah’. Dominasi ekonomi,
kekuasaan hingga ideologi menjelma sebentuk potret muram gerakan kolonialisme.
Akhirnya, peradaban Islam bermuram durja.
C.
Usaha Umat Islam Bangkit dari
Keterpurukan
Berada di bawah penetrasi dan
kolonialisasi Barat ternyata tidak sepenuhnya memberikan dampak negatif kepada
umat Islam. Ada pelajaran berharga yang didapatkan oleh umat Islam dari
persinggungannya dengan peradaban Barat yang sedemikian maju, dari sinilah
gerakan-gerakan yang berusaha untuk mewujudkan sintesa antara Islam dengan
peradaban modern dengan meninjau kembali ajaran-ajaran Islam dan menafsirkannya
dengan interpretasi baru. Selain itu, semangat umat Islam untuk mengobarkan
kebudayaan Islam yang pernah jaya mulai bangkit kembali, dengan mencoba merubah
paradigma berfikir.[19]
Dengan demikian yang dimaksud dengan
kebangkitan Islam adalah kristalisasi kesadaran keimanan
dalam membangun tatanan seluruh aspek kehidupan yang berdasar atau yang sesuai dengan prinsip Islam. Makna ini
mempunyai implikasi kewajiban bagi umat Islam untuk
mewujudkannya melalui gerakan-gerakan, baik di bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Usaha untuk memulihkan kembali kekuatan Islam dikenal
dengan sebutan gerakan pembaharuan. Upaya pembaharuan pun mulai bermunculan. Ada beberapa
pola dalam pembaharuan yang dilakukan oleh umat Islam.
Ada kelompok yang lebih dikenal
sebagai kelompok modernis, karena mereka berusaha untuk meniru pola dan sistem
pendidikan modern ala Barat dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Pada dasarnya pola ini berpandangan bahwa sumber kekuatan dan
kemajuan Barat disebabkan oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Adapun beberapa tokoh pelopor gerakan pembaharuan model ini adalah Sultan
Mahmud II dari Turki Usmani[20],Sir
Sayyid Ahmad Khan dari India[21],
Muhammad Ali Pasya di Mesir[22].
Ada pula Kelompok penggagas
pembaharuan yang meyakini bahwa penyebab kemunduran umat Islam adalah karena
mereka meninggalkan ajaran Islam yang merupakan sumber kemajuan dan kekuatan
budaya, dan sebaliknya, umat Islam lebih memilih untuk mengikuti ajaran-ajaran
yang telah bercampur dengan ideologi non-Islam. Selain itu, ditinggalkannya pola pikir rasional dan
ditutupnya pintu ijtihad juga diyakini sebagai penyebab kemunduran Islam.
Oleh karena itu, kelompok
pembaharuan tipe ini mengajak umat Muslim untuk kembali pada al-Qur’an dan
Sunnah, dengan tidak mengabaikan ijtihad. Ijtihad senantiasa diperlukan sebagai upaya penyesuaian
ajaran Islam dengan perkembangan zaman yang tentunya penuh dengan berbagai
problematika.[23] Adapun
beberapa tokoh yang mempelopori pembaharuan pola ini adalah Muhammad bin Abdul
Wahab, Jamaluddin al-Afghani, dan Muhammad Abduh.
Di sisi lain, muncul gagasan
pembaharuan yang berorientasi pada nasionalisme ini berdasar pada kenyataan
bahwa umat Islam itu terdiri dari berbagai bangsa, yang hidup dalam daerah dan
lingkungan budaya yang berbeda-beda, sehingga memerlukan usaha pengembangan
yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi masing-masing. Meskipun pada dasarnya ide nasionalisme berasal dari
dunia Barat, namun hal tersebut dianggap tidak bertentangan dengan Islam.[24]akhirnya
gerakan nasionalisme muncul di berbagai wilayah seperti Mesir, Tunisia,
Aljazair, dan kesemuanya tidaklah sama. Negara-negara tersebut dihadapkan dengan
permasalahan spesifik tentang kekuasaan Eropa, dan peduli terhadap permasalahan
dalam negeri mereka masing-masing, dan berupaya bebas dari kolonialisme bangsa
Eropa.[25]
Munculnya gagasan nasionalisme yang
diikuti dengan berdirinya partai-partai politik merupakan model utama umat
Islam untuk memperjuangkan kemerdekaannya. Adapun negara mayoritas muslim yang
pertama kali memerdekakan diri adalah Indonesia, yaitu pada tanggal 17 Agustus
1945. Pada tahun 1946, Syiria, Jordania, dan Libanon telah mengumumkan kemerdekaannya. Selanjutnya adalah Pakistan, pada tanggal 15
Agustus 1947. Pada tahun 1951, Libya memerdekakan diri. Adapun Mesir baru
menganggap dirinya benar-benar merdeka pada tanggal 23 Juli 1952 (setelah Raja
Faruk digulingkan), meskipun sebenarnya Mesir telah bebas dari Inggris sejak
tahun 1922.
Sudan dan Maroko merdeka pada tahun
1956, Malaysia (termasuk Singapura) merdeka dari Inggris pada tahun 1957, Irak
baru merasakan atmosfer kemerdekaan pada tahun 1958, sedangkan Aljazair pada
tahun 1962, dan Brunei Darussalam baru merdeka pada tahun 1984. Selain itu,
negara-negara Islam yang dulunya bersatu dengan Uni Soviet seperti Uzbekistan,
Turkmenia, Kirghistan, Kazakhtan, Tasjikistan,dan Azerbeijan, baru mendapat
kemerdekaan pada tahun 1992, demikian halnya dengan Bosnia yang juga baru
mendapatkan kemerdekaan dari Yugoslavia pada tahun yang sama.[26]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Setelah pada
abad ke -14 dan 15, bangsa Eropa mulai mencoba melakukan gebrakan perubahan
menuju era baru yang dikenal dengan Masa Renaissance. Masa Renaissance
atau kelahiran kembali adalah suatu istilah yang digunakan untuk menyebutkan
kebangkitan intelektual yang mempengaruhi
seluruh fase kehidupan dan sejarah Eropa selama abad-abad pertengahan diantaranya kemajuan bangsa Barat di bidang ilmu pengetahuan, sains dan teknologi
yang kemudian melahirkan revolusi industri di Eropa. Selain itu
kemajuan di bidang teknologi perkapalan dan militer membuat Eropa dengan mudah
melakukan kegiatan ekonomi dan perdagangan.
2.
Dengan kemajuan Barat dalam berbagai bidang kehidupan,
mereka ingin kembali mengembalikan hak-hak yang telah dirampas oleh orang-orang
muslim. Yang akhirnya mereka melakukan ekspansi-ekspansi ke wilayah-wilayah
muslim.
3.
Penetrasi Barat atas dunia Islam telah memberikan pengaruh
yang amat besar terhadap umat Islam. Keunggulan mereka telah membukakan mata umat Islam bahwa
mereka jauh tertinggal, dan harus segera bangkit, sehingga lahirlah usaha
pembaharuan dalam Islam, dengan berpegang teguh kepada ajaran al-Qur’an dan
Sunnah, dan mencoba merubah paradigma berfikir yang cenderung stagnan. Masyarakat Muslim untuk mengawali perjuangan aksi di semua bidang
kemundurannya, dari militer, politik, ekonomi, sosial dan budaya. Meski
hampir seluruh Negara Muslim telah merdeka secara militer, namun peradaban
Islam mutakhir, belum juga mampu mengembalikan superioritas Islam dan kembali
memimpin peradaban dunia.
B.
Implikasi
Hikmah mempelajari sejarah perkembangan
Islam pada abad modern dapat disikapi dengan sejarah tersebut dapat memberikan
ide dan kreatifitas tinggi untuk mengadakan perubahan-perubahan supaya lebih
maju dengan cara yang efektif dan efisien. Problema-problema masa lalu dapat
menjadi pelajaran dalam bidang yang sama pada masa yang selanjutnya.
Pembaharuan dapat dilakukan dalam berbagai bidang baik ekonomi, pendidikan,
politik dan lain sebagainya.
Apa yang terlihat hari ini, tidak dapat
dilepaskan dari peradaban orang-orang sebelum hari ini. Sebuah adagium sejarah
menyatakan “Jadikan sejarah sebagai pelita dari masa silam yang selalu
menerangi masa kini dan masa depan”. Melihat sejarah Islam dengan bijak, masa
lalu tidak dipandang dengan “romantisme sejarah” dan masa depan tidak dipandang
dengan pesimisme, melainkan dengan optimisme.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Samsul Munir Sejarah Peradaban Islam. Cet.
II; Jakarta: Amzah. 2010.
Bakri, Syamsul. Peta Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta:
Fajar Media Press. 2011.
Brockelman. History
Of The Islamic Peoples. London: Routledge dan Kegan
Paul. 1982.
Hourani, Albert. a
History of Arab Peoples. Sejarah Bangsa-Bangsa Muslim, diterj.
Irfan Abu Bakar. Cet. I; Bandung: Mizan Pustaka.
2004.
Mughni, Syafiq A. Dinamika Intelektual Islam
Pada Abad Kegelapan. Surabaya: Lembaga Pengkajian Agama dan
Masayarakat. 2002.
Ramadan, Tariq. Menjadi Modern Bersama Islam; Islam, Barat, dan Tantangan Modernitas. Jakarta:
TERAJU. 2003.
Ruslan, Heri .dkk.
Menyusuri Kota Jejak Kejayaan Islam. Jakarta
Selatan: Harian Republika. 2011.
SJ., Fadil. Pasang
Surut Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah. Cet.
I; Malang: UIN Malang Press. 2008.
al-Usairy, Ahmad. Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX. Cet.
I; Jakarta: Akbar Media Eka Sarana.
2003.
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II. Cet.
IV; Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada. 1996.
[1] Syamsul Bakri, Peta Sejarah
Peradaban Islam (Yogyakarta: Fajar Media Press, 2011), h. 132.
[2] Ibid., h. 132-135.
[3] Ibid., h. 160.
[4] Klaim Barat bahwa
Columbus adalah orang yang pertama kali menemukan Benua Amerika ternyata
dibantah oleh sederet sejarawan. Mereka menemukan dan mengemukakan fakta yang
menunjukkan bahwa orang Islam telah lebih dulu menyebarkan Islam di sana
sekaligus membangun peradaban di sana. Dan ini terjadi pada masa keemasan
Islam, yaitu sekitar 603 tahun sebelum Columbus menginjakkan kaki di benua
tersebut (lihat: Heri Ruslan, dkk., Menyusuri Kota Jejak Kejayaan Islam (Jakarta Selatan: Harian Republika, 2011), h.
217.
[5] Badri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II (Cet. IV; Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 1996), h. 174.
[6] Ibid., h. 160.
[7] Ibid., h. 350.
[8]Badri Yatim, op. cit., h.
176.
[10] Ibid., h. 350-352.
[11] Ibid., h. 352.
[12] Badri Yatim, op. cit., h.
175.
[13] Ibid., h. 178-180.
[14]Ahmad al-Usairy, Sejarah
Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX (Cet. I; Jakarta: Akbar Media
Eka Sarana, 2003), h. 415-435.
[16]Badri Yatim, op. cit., h.
183.
[17]Brockelman,
History Of The Islamic Peoples (London: Routledge dan Kegan Paul,1982),
h. 328.
[18]Tariq Ramadan, Menjadi Modern
Bersama Islam; Islam, Barat, dan Tantangan Modernitas (Jakarta: TERAJU,
2003), h. xi-xii.
[19]Syamsul Bakri, op. cit., h.
174.
[20]Ia mendirikan sekolah-sekolah
model Barat dan mengirim siswa-siswa ke Eropa untuk memperdalam ilmu
pengetahuan dan teknologi modern langsung dari sumbernya.
[21]Ia mencoba mendirikan pendidikan
berdasarkan model Barat untuk memperbaiki posisi kaum muslimin di bawah
kekuasaan Inggris. Dia merupakan seorang modernis dalam interpretasinya
terhadap al-Qur’an dan ajaran wahyu Islam.
[22]Dia menciptakan gagasan dualism
system pendidikan yang kemudian menjadi acuan kebanyakan lembaga pendidikan
Islam. Dualisme yang dimaksud adalah dengan penggabungan antara sekolah-sekolah
model barat yang terintegrasi dengan madrasah bercorak tradisional.
[23]Fadil SJ., Pasang Surut
Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah (Cet. I; Malang: UIN Malang Press,
2008), h. 247-248.
[25]Albert Hourani, a History of
Arab Peoples (Sejarah Bangsa-Bangsa Muslim), diterj. Irfan Abu Bakar
(Cet. I; Bandung: Mizan Pustaka, 2004), h. 590.
[26]Badri Yatim, op. cit., h.
188-189.
0 komentar:
Posting Komentar