Setiap
manusia hidup dengan peran mereka masing-masing. Peran tersebutlah yang
akhirnya turut melahirkan tanggung jawab. Saya biasa menyebutnya amanah. Ada
amanah yang tersemat di setiap peran yang kita miliki, entah sebagai seorang
anak, seorang mahasiswa, seorang karyawan, bahkan seorang pemimpin. Semuanya
berdampingan dengan sebuah amanah. Tentu dengan kadar yang sesuai dengan
kualitas pribadi tiap orang.
Amanah sejatinya tak bisa terhindarkan. Mau tidak mau, suka tidak suka, suatu saat akan sampai juga di pundak kita. Jika tidak sekarang maka besok, jika tidak besok maka lusa. Misal jika anda belum siap menikah sekarang, bukankah suatu saat nanti anda juga akan tetap menikah?
Amanah sejatinya tak bisa terhindarkan. Mau tidak mau, suka tidak suka, suatu saat akan sampai juga di pundak kita. Jika tidak sekarang maka besok, jika tidak besok maka lusa. Misal jika anda belum siap menikah sekarang, bukankah suatu saat nanti anda juga akan tetap menikah?
Sejak awalpun penciptaan manusia di muka bumi ada amanah besar yang dibebankan pada seluruh manusia untuk memakmurkan bumi dan mengagungkan Tuhan, sedangkan amanah anda sebagai pendidik, penegak hukum, bahkan kepala keluarga, merupakan turunan dari amanah besar tersebut.
Contoh lain, beberapa hari lalu, saya menerima telepon dari salah seorang senior saya. Nada yang pelan, sangat mengisyaratkan bahwa akan ada sesuatu yang disampaikannya dan terkesan sangat penting. Tanpa basa basi yang cukup lama, beliau meminta saya untuk mewakili salah satu kategori dalam perlombaan MTQ yang lazimnya dilaksanakan berjenjang dari yang terendah (RT/RW/desa/lurah) hingga ke tingkat nasional ituu.. Maka seketika saja permintaan tersebut menuntut saya untuk berpikir dan mempertimbangkan, secara hal tersebut adalah sesuatu yang baru bagi saya.
Amanah tersebutlah, yang akhir-akhir ini membuat saya bingung, galau tapi juga termotivasi.. Namun, jika saya tetap menghindari amanah tersebut sama saja dengan membatasi diri untuk berkembang, membentuk mental pecundang yang hanya bisa lari dari tanggung jawab, tidak mau memperbaiki diri, menghambat kita untuk naik ke anak tangga yang lebih tinggi. Sebuah anomali atas kondisi ideal manusia yang senantiasa bergerak, berkembang dan menigkatkan kadar kemanusiaannya ke derajat yang lebih tinggi. Ya, mirip anak SD yang tak mau naik kelas.
Sebenarnya ini hanya sebuah pengingat, utamanya untuk diri saya sendiri, bahwa waktu yang paling tepat untuk meng-upgrade diri sebelum amanah itu datang adalah saat ini. Oleh karena sudah berkali-kali diperingatkan bahwa amanah itu berat, jangan sekali-kali meminta sebuah amanah untuk datang pada kita. Mintalah pundak yang kuat untuk menanggungnya, karena Amanah itu hanya akan dibebankan pada pundak yang siap.
Tapi, akankah saya tidak mempermalukan, dan menjalankan amanah seperti yang diharapkannya pada saya?? Entahlah.. Semoga saja.
0 komentar:
Posting Komentar